MPR Dalami Kesesuaian UUD dengan Tantangan Kesejahteraan Nasional
2 mins read

MPR Dalami Kesesuaian UUD dengan Tantangan Kesejahteraan Nasional

Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menggelar kajian mendalam mengenai relevansi pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Diskusi berlangsung di Depok, Jawa Barat, Senin (17/11), dengan fokus pada sistem keuangan negara, perekonomian nasional, dan kesejahteraan sosial.

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Tifatul Sembiring menyoroti sejumlah pasal yang dinilai perlu pembaruan. Salah satunya Pasal 2 ayat (3) mengenai keputusan MPR yang diambil dengan suara terbanyak. “Jangan sampai majelis permusyawaratan berubah menjadi majelis per-voting-an. Semangat permusyawaratan harus tetap terjaga,” tegasnya.

Tifatul juga menyoroti Pasal 18 yang belum menyebut desa sebagai unit pemerintahan kecil, keterbatasan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pasal 22D, serta ketentuan pemberhentian presiden dan wakil presiden pada Pasal 7 yang belum memisahkan dua jabatan tersebut.

Dalam pembahasan Pasal 23, ia menekankan APBN harus diarahkan untuk memakmurkan rakyat. Menurutnya, pendekatan anggaran bergeser dari fokus infrastruktur era Presiden Jokowi ke penekanan pada kesejahteraan, termasuk penanganan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.

Pasal 33 dan Pasal 34 juga menjadi sorotan, terutama terkait prinsip ekonomi berdasar asas kekeluargaan serta pembedaan makna fakir dan miskin. Tifatul menegaskan perlunya implementasi yang sesuai untuk memastikan keadilan sosial substantif.

Diskusi ini turut dihadiri anggota Badan Pengkajian MPR RI, akademisi, dan pakar ekonomi. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF M. Rizal Taufikurahman menyoroti pentingnya tripilar konstitusi ekonomi (Pasal 23, 33, dan 34) dalam membangun keuangan negara, perekonomian, dan kesejahteraan sosial. Ia menekankan setiap rupiah APBN harus diarahkan untuk kemakmuran bersama.

Sementara itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Nugraha mengusulkan perubahan Undang-Undang Keuangan Negara agar APBN dan sistem keuangan negara lebih berfokus pada kesejahteraan rakyat dan penguatan tata kelola publik.

Guru Besar Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. M. Nur Kholis Setiawan menambahkan perlunya revisi Undang-Undang Wakaf (UU No. 41/2004), khususnya Pasal 40, agar aset wakaf dapat dimanfaatkan lebih fleksibel untuk mendukung pendidikan, kesehatan, dan program kesejahteraan sosial.

FGD ini menegaskan perlunya reinterpretasi dan implementasi konstitusi serta regulasi pendukung agar UUD 1945 dan undang-undang terkait mampu menjawab tantangan kesejahteraan rakyat di era kini.

Sumber AntaraNews