Mengapa Algoritma Menggerus Otoritas MUI dalam Menyampaikan Fatwa?
Jakarta – Dunia keulamaan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar terkait dominasi algoritma dalam dunia digital. Mesin pencarian, media sosial, dan kecerdasan buatan (AI) mulai menggeser otoritas ulama yang selama ini menjadi rujukan utama umat Islam. Menurut Ketua MUI Bidang Infokom, Masduki Baidlowi, otoritas ulama kini semakin terdesak oleh sistem digital yang mengatur arus informasi.
“Otoritas ulama itu saat ini sedang terancam. Yang mengancam itu adalah algoritma di dalam mesin internet, di Google, di AI, dan berbagai platform lainnya,” kata Masduki Baidlowi di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Era Digital Membawa Perubahan Besar dalam Dakwah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai bahwa lembaga keagamaan, termasuk para juru dakwah, harus segera melakukan penyesuaian dengan perkembangan zaman. Dakwah konvensional yang mengandalkan metode tradisional sudah tidak cukup lagi untuk menjangkau audiens digital-native, khususnya generasi muda yang tumbuh dalam kultur serba digital.
“Audiens umat sekarang sudah berubah, mereka adalah anak muda, Generasi X, milenial, Z, hingga Generasi Alpha. Mereka semuanya digital-native, sementara kami kelompok tua yang imigran digital. Gap ini harus diatasi oleh MUI,” ungkap Masduki. Ia menegaskan pentingnya adaptasi digital agar dakwah tetap relevan dan tidak tergeser oleh arus informasi yang cepat berkembang di dunia maya.
Tantangan Algoritma dan Fenomena Echo Chamber
Dalam era digital ini, algoritma memiliki peran besar dalam menentukan konten yang dilihat masyarakat. Masduki Baidlowi mengingatkan bahwa tanpa strategi adaptasi yang tepat, peran ulama dan ustadz dalam memberikan bimbingan keagamaan akan semakin terpinggirkan. Selain itu, ia juga menyoroti fenomena echo chamber, di mana informasi tertentu terus-menerus diperkuat tanpa verifikasi yang jelas, mendorong berkembangnya hoaks dan teori konspirasi.
“Begitu kita membaca satu informasi, maka akan datang lima dengan tema yang sama. Makin masif, makin dianggap kebenaran. Fenomena ini mendorong kita menuju situasi post-truth, di mana opini yang diperkuat algoritma bisa menggeser posisi fakta,” jelas Masduki.
Munas MUI 2025: Menyusun Langkah Strategis untuk Dakwah Digital
MUI menyadari pentingnya penguatan transformasi dakwah digital. Dalam rapat pimpinan menjelang Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI yang akan diselenggarakan pada 20–23 November 2025 di Jakarta, dua isu besar—adaptasi digital dakwah dan penguatan otoritas ulama—akan menjadi fokus utama.
Masduki berharap hasil dari Munas tersebut dapat memberikan arah baru bagi lembaga keagamaan dalam menjalankan dakwah yang sesuai dengan tantangan zaman, tanpa mengurangi nilai-nilai keilmuan yang telah diajarkan oleh ulama sejak dahulu.
Tantangan Masa Depan Dakwah: Menghadapi Arus Informasi Global
Dengan arus informasi yang semakin cepat dan kompleks, masa depan dakwah dan bimbingan keumatan sangat bergantung pada kemampuan MUI untuk bertransformasi secara digital. Tanpa langkah strategis yang tepat, otoritas ulama bisa semakin tergeser oleh pengaruh algoritma yang mengatur arus informasi.
MUI berharap transformasi ini tidak hanya mempertahankan nilai-nilai tradisional, tetapi juga mengembangkan metode dakwah yang lebih efektif di tengah globalisasi informasi yang dikuasai oleh teknologi digital. Dikutip dari RRI.co.id.
