Penyaluran KUR Tembus Rp238,7 Triliun, Masalah Agunan Jadi Sorotan Menteri UMKM
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) Republik Indonesia mengumumkan capaian signifikan dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga pertengahan November 2025. Realisasi penyaluran KUR telah menembus angka Rp238,7 triliun, mencapai 83,2 persen dari target tahunan yang ditetapkan sebesar Rp286,61 triliun.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyampaikan informasi ini dalam rapat kerja bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta pada Senin, 17 November 2025. Angka ini menunjukkan progres positif pemerintah dalam mendukung sektor UMKM melalui fasilitas pembiayaan yang mudah diakses.
Meskipun demikian, Maman juga mengakui adanya sejumlah tantangan yang masih dihadapi para pelaku UMKM, terutama terkait aksesibilitas KUR. Keluhan utama yang sering muncul adalah mengenai persyaratan agunan dan data debitur pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang seringkali menjadi hambatan.
Capaian dan Alokasi Sektor Produksi KUR
Penyaluran KUR yang mencapai Rp238,7 triliun per 15 November 2025 ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor UMKM. Angka ini menyisakan sekitar 17 persen lagi untuk mencapai target total Rp286,61 triliun yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, Maman Abdurrahman menyoroti alokasi KUR yang disalurkan, di mana 60,7 persen dari total dana tersebut dialokasikan untuk sektor produksi. Persentase ini telah melampaui target awal sebesar 60 persen, dan Kementerian UMKM optimis dapat mencapai 61 persen pada akhir Desember 2025.
Selain itu, jumlah UMKM penerima KUR yang berhasil naik kelas juga menunjukkan peningkatan signifikan. Tercatat sebanyak 1.321.830 debitur telah naik kelas per 15 November, melampaui target awal sebesar 1,17 juta debitur atau sekitar 112 persen dari target yang ditetapkan.
Tantangan Akses dan Persyaratan Agunan KUR
Di balik capaian positif dalam penyaluran KUR, Menteri Maman Abdurrahman tidak menampik masih banyaknya keluhan dari UMKM terkait kesulitan mengakses fasilitas ini. Salah satu kendala utama adalah persyaratan agunan, khususnya untuk pinjaman di bawah Rp100 juta.
Meskipun aturan menegaskan bahwa pengajuan KUR di bawah Rp100 juta tidak boleh dimintakan agunan, di lapangan masih ditemukan praktik petugas bank yang meminta salinan dokumen seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) atau sertifikat tanah dan bangunan. Praktik ini seringkali menimbulkan kebingungan dan hambatan bagi calon debitur.
Maman menjelaskan bahwa permintaan dokumen tersebut semata-mata hanya untuk tujuan verifikasi atau memberikan ‘tekanan psikologis’ agar tidak terjadi moral hazard. Namun, Kementerian UMKM tetap tegas melarang praktik tersebut sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Penegasan Aturan dan Pengawasan Kementerian UMKM
Kementerian UMKM berkomitmen untuk memperketat pengawasan dan evaluasi agar praktik permintaan agunan untuk KUR di bawah Rp100 juta tidak terulang. Maman Abdurrahman menegaskan kembali bahwa pihaknya akan terus memonitor dan mengevaluasi implementasi aturan ini.
“Walau apapun itu, kami dari Kementerian UMKM, karena memang ini sudah aturan, kami nggak akan mungkin keluar dari situ (regulasi yang ada). Jadi, kami tetap melakukan monitoring dan evaluasi yang namanya angka (pinjaman) Rp1 juta sampai Rp100 juta, tidak boleh dimintakan agunan,” tegas Maman Abdurrahman.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa fasilitas Kredit Usaha Rakyat benar-benar dapat diakses oleh UMKM yang membutuhkan tanpa hambatan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pengawasan ketat diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penyaluran KUR dan membantu lebih banyak UMKM untuk berkembang.
Sumber: AntaraNews
